Pahlawan Aceh Laksamana Malahayati
Siapa yang tak kenal dengan perempuan pejuang asal Aceh yang ingin memerdekakan Aceh dari tangan penjajah. Beliau adalah seorang perempuan yang gagah berani yang bersal dari Aceh yang pada saat itu masih merupakan Kesultanan Aceh.
Putra termasyur yang juga merupakan seorang yang gagah berani yang berasal dari keluarga yang membela tanah air dari laut bernama Laksamana Mahmud Syah.
Kakek dari Pahlawan Nasional Laksamana Malahayati juga merupakan seorang Laksamana hebat dimasanya bernama Laksamana Muhammad Said Syah (dari garis keturunan ayah).
Asal Pahlawan Laksamana Malahayati masih merupakan keturunan Kesultanan Aceh, karena kakek dari garis sang ayah adalah Sultan Salahuddin Syah yang memerintah Kesultanan Aceh sekitar tahun 1530–1539 M.
Dan kakek buyut Pahlawan Malahayatipun merupakan pendiri Kesultanan Aceh yang dikenal dengan nama Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513–1530 M), sebagai pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.
Kisah Pahlawan Malahayati
Berdasarkan sumber "Solichin Salam" dalam bukunya, Malahayati: Sebelum Malahayati menjadi seorang Laksamana Besar, beliau meniti kariernya dari seorang Kepala Barisan Pengawal Istana, sebagai Panglima Rahasia dan juga seorang Panglima Protokol pada masa Pemerintahan Sultan Saidi Mukammil Alaudin Riayat Syah IV, yang memerintah pada tahun 1585-1604.
Tapi kenapa kisah tentang Laksamana Malahayati kurang terdengar dibandingkan dengan kegigihan dan perkasaan seorang pahlawan yang juga beasal dari Aceh yaitu Cut Nyak Dhien.
Terlebih dahulu digaris bawahi, perjuangan Laksamana Malahayati dalam memperjuangkan tanah Rencong Aceh, jauh sebelum sebelum masa Pahlawan Cut Nyak Dhien. Pada saat itu budaya tulisan masih jarang, masih dikategorikan perjuangan Laksamana Malahayati berdasarkan Lisan turun-temurun.
Karena itu perjuangan Perempuan dari Tanah Aceh ini, masih kurang memiliki sumber referensi. Tapi berdasarkan manuskrip yang tersimpan di Universitas Kebangsaan Malaysia, dan berangka 1245 Hijriah atau 1857 M.
Sumber ini menyatakan kalau Laksamana Malahayati merupakan keturunan Kesultanan Aceh. Dan merupakan keturunan Pendiri Kerajaan Kesultanan Aceh Darussalam.
Sepenggal Cerita Kisah Perjuangan Laksamana Malahayati
Perjuangan Laksamana Malahayati yang terkenal dalam membela Tanah Airnya, ketika beliau menghadang kapal perang Belanda yang hendak memasuki tanah Rencong Aceh. Dengan gagah berani Laksamana Malahayati menghadang dan mendekati kapal perang Belanda dan mengatakan dengan tegas " Jihad rakyat Aceh demi keadilan dan kesewenang-wenangan adalah cita-cita kami semua. Dan kalian jangan sesekali menyentuh tanah Nanggroe Darussalam".
Hal ini rupanya menjadi kelemahan bagi kapal perang Belanda, karena mungkin merasa kapal perang Aceh di pimpin seorang wanita, mereka memandang sebelah mata terhadap pasukan perang Aceh saat itu.
Pertempuranpun terjadi antara kedua pasukan di laut Selat Malaka pada tahun 1599 M. Pasukan Belanda pada saat itu di pimpin oleh Cornelis de Houtman, terkenal dengan karakter yang bringas dan kasar. Sementara Pasukan perang Aceh di Pimpin oleh hanya seorang wanita.
Tapi meraka (pasukan perang Belanda) tidak menyadari kehebatan dan keperkasaan Laksamana Malahayati dalam memimpin pasukannya. Dengan kegigihan Laksamana dan pasukannya, akhirnya pertempuran itu berhasil dimenangkan oleh pasukan Aceh.
Dan pimpinan pasukan Belanda Cornelis de Houtman yang terkenal bringas sikapnya, akhirnya mampu ditaklukan dan terbunuhnya Cornelis de Houtman. Kemenangan pasukan Aceh ini diperkirakan tanggal 11 September 1599. Dan semua pasukan Belanda pada saat itu menjadi tawanan pasukan Aceh yang dikenal dengan nama "Inong Balee".
Kisah Hidup Laksamana Malahayati
Menurut Buku "Malahayati" oleh Solichin Salam, sebelum Malahayati menjadi seorang Laksamana Laut yang perkasa dan gagah berani. Malahayati merintis karir sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana, pada masa Sultan Saidil Mukammil Alaudin Riayat Syah (1585-1604 M).
Kemampuan dalam kemeliteran diperoleh saat menjalani pendidikan di sekolah kerajaan yang pada saat itu bernama Baitul Maqdis. Saat memperoleh pengajaran disekolah tersebut, Malahayati memperoleh kemampuan dalam bidang militer dari para pendidik militer yang berasal dari Turki.
Kerjasama Kerajaan Aceh dan Turki saat itu terjalin sangat baik, yang mungkin dikarenakan ideologi Agama dan keyakinan yang sama. Sehingga terjalinlah kerjasama militer antara kedua Kerajaan tersebut. Saat itu Turki dipimpin oleh Sultan Selim II.
Pada masa tersebut Turki merupakan kerajaan yang memiliki kemampuan militer yang sangat tangguh dan disegani oleh negara-negara yang berasal dari daratan eropa.
Kesultanan Turki memberi bantuan pendidikan militernya pada saat itu untuk menghadapi serangan militer dari Portugis Maupun Belanda. Tapi tidak ada literatur apakah Turki hanya memberi bantuan pendidikan militer ataukah juga membantu dalam mengirim pasukan militernya ke Aceh.
Dalam menempuh pendidikan tersebutlah, rupanya Malahayati jatuh hati dan akhirnya berjodoh dengan Tuanku Mahmuddin Bin Said Al Latief. Dan suami Laksamana Malahayatipun akhirnya memimpin pasukan laut menjadi Panglima Armada Selat Malaka.
Ketika terjadi pertempuran dengan pasukan yang ingin menjajah Aceh yang dipimpin Tuanku Mahmuddin Bin Said Al Latief, Laksamana Armada Selat Malaka ini gugur dengan gagah dalam memperjuangkan tanah airnya di Selat Malaka.
Dari rasa sedih bercampur dendam dan kesal karena kehilangan suami yang dicintainya. Malahayati meminta pada Sultan Aceh pada saat itu untuk menjadi Laksamana pengganti suaminya yang telah gugur. Dengan mendapat restu dari kepercayaan dari rakyat Aceh. Malahayati memimpin 2.000 ribu pasukan berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda pada saat itu.
Tapi yang perlu dicatat dalam sejarah dan harus diingat, pasukan Laksamana Malahayati pada saat itu bukanlah sekelompok pasukan laki-laki perkasa melainkan hanya sekolompok pasukan perempuan janda. Yang para suaminya juga telah gugur dalam mempertahankan tanah Rencong Aceh dari jajahan pasukan Belanda.
Tapi karena keyakinan atas perjuangan dan Righo Allah SWT, Laksamana Malahayati mampu memenangkan pertempuran laut melawan pasukan Belanda yang terdiri dari laki-laki perkasa. Dan mampu membunuh pimpinan pasukan laut Belanda Cornelis de Houtman.
Dan pasukan Laksamana Malahayati dengan pasukan terdiri dari wanita-wanita janda ini dikenal dengan nama "Inong Balee" (pasukan para janda yang suaminya mati syahid di medan perang).
Akhirnya Kepahlawan Laksmana Malahayati pun berakhir, dengan gugur dimedan perang saat melawan pasukan Portugis di perairan Selat Malaka, sama ditempat dengan gugurnya Tuanku Mahmuddin Bin Said Al Latief (suami Laksamana Malahayati). Dan dikebumikan atau dimakamkan di lereng Bukit Lamkuta, Banda Aceh.
Penetapan Kepahlawanan Laksamana Malahayati
Akhirnya pada tanggal 6 November 2017 atas Keputusan Presiden RI Joko Widodo Nomor 115/TK/Tahun 2017, ditetapkanlah Laksamana Malahayati menjadi sebagai Pahlawan Nasional bangsa Indonesia.
Dan untuk menghargai jasa-jasa Laksamana Malahayati dan perjuangannya, sekarang banyak nama Malahayati digunakan diberbagai tempat seperti : Pelabuhan laut di Teluk Krueng Raya, Aceh Besar dinamakan Pelabuhan Malahayati, Kapal perang jenis Perusak Kawal Berpeluru Kendali (fregat) kelas Fatahillah milik TNI Angkatan Laut yang dinamakan KRI Malahayati, Kapal ini dibuat di galangan kapal Wilton-Fijenoord, Schiedam, Belanda tahun 1980, Universitas Malahayati di Bandar Lampung, Film Laksamana Malahayati di putar tahun 2007, Ormas Nasional Demokrat dari salah satu partai menamakan divisi wanitanya Garda Wanita Malahayati.
Posting Komentar untuk "Pahlawan Aceh Laksamana Malahayati "